[Mengulas Buku] Ulasan Novel Keajaiban Toko Kelontong Namiya
Judul : Keajaiban Toko Kelontong
Namiya
Penulis : Keigo Higashino
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Halaman : 400 halaman
BLURB
Ketika tiga
pemuda berandal bersembunyi di toko kelontong tak berpenghuni setelah melakukan
pencurian, sepucuk surat misterius mendadak diselipkan ke dalam toko melalui
lubang surat. Surat yang berisi permintaan saran. Sungguh aneh.
Namun, surat aneh
itu ternyata membawa mereka dalam petualangan melintasi waktu, menggantikan
peran kakek pemilik toko kelontong yang menghabiskan tahun-tahun terakhirnya
memberikan nasihat tulus kepada orang-orang yang meminta bantuan.
Hanya untuk satu
maam dan saat fajar menjelang, hidup ketiga sahabat itu tidak akan pernah sama
lagi....
REVIEW
Halo kembali lagi di blogitawelasti,
kali ini aku akan mengulas sebuah novel karya penulis Jepang yang berjudul
Keajaiban Toko Kelontong Namiya. Novel ini aku beli di Gramedia Jember dengan
harga Rp130.000, harga yang mahal menurutku tetapi itu sebanding dengan isinya,
karena ceritanya sangat bagus, unik dan menarik. Buku dengan sampul yang simpel
banget, nggak menggambarkan isi dari novel jadi membuatku bertanya-tanya
tentang bagaimana sih isinya?
Jadi buku ini dimulai dengan ketiga
pencuri yang bernama Sotha, Atsuya dan Kohei sedang melakukan aksi pencurian di
malam hari. Ketiganya berhasil mendapatkan barang-barang berharga milik seorang
direktur kaya, akan tetapi sialnya di tengah jalan mereka harus berhenti karena
Toyota Crown yang dikendarainya mendadak mati. Tiba-tiba Sotha datang dan
memberitahu kedua sahabatnya bahwa dirinya menemukan sebuah tempat yang pas untuk
bersembunyi.
Ketiga sahabat itu akhirnya
bergegas menuju tempat yang Sotha maksud dan tibalah di sebuah toko kelontong.
Ketiganya pun masuk dan memeriksa keadaan di dalam, ternyata itu hanya toko kelontong
yang kosong dan sepertinya sudah tidak ditinggali dalam waktu yang lama. Ketika
hendak melihat-melihat toko, tiba-tiba Atsuya melihat sebuah amplop putih yang
jatuh dari lubang pintu gulung. Kemudian ia pun mengambil amplop tersebut dan
memberitahu kedua sahabatnya.
Di sinilah petualangan mereka dimulai.
Ketika Sotha dan Kohei memutuskan untuk membalas surat tersebut dan
meletakkannya di kotak penyimpanan susu, surat tersebut hilang dalam sekejap
lalu muncul lagi balasannya dari pintu gulung. Tentu saja keanehan tersebut
membuat ketiganya berfikir, Atsuya yang memang memiliki watak tidak mau
mengurusi urusan orang mengajak kedua sahabatnya untuk pergi dari toko itu.
Tetapi di luar dugaannya, ternyata Sotha dan Kohei tidak ingin pergi dan masih
ingin membalas surat tersebut.
Jadi novel ini berkisah tentang
seorang kakek bernama Namiya Yuji pemilik toko kelontong yang melakukan
kegiatan “berdiskusi masalah dengan orang lain” lewat surat. Awalnya Kakek
Namiya hanya iseng menjawab pertanyaan anak-anak di sekitar toko seperti “bagaimana
caranya mendapatkan nilai 100 tanpa belajar?”, tentu saja hanya pertanyaan
iseng tetapi Kakek Namiya tetap mencoba menjawabnya dengan serius. Sampai hal
tersebut merambat ke mana-mana dan diketahui banyak orang, kemudian mulai
muncul orang yang mencurhatkan masalahnya kepada kakek.
Ada banyak pelajaran penting
yang aku dapatkan dari novel ini, pertama adalah jangan meremehkan kekuatan
kata-kata. Ini yang dilakukan oleh Kakek Namiya selama hidupnya menjadi tempat
curhat orang lain, Kakek Namiya selalu berusaha memikirkan jawaban yang dirasa
tidak menyinggung orang tersebut karena dia yakin bahwa apapun yang
dikatakannya sangat mempengaruhi kelanjutan hidup orang lain. Kakek Namiya juga
kerap kali merasa khawatir mengenai jawaban yang diberikan apakah itu
bermanfaat bagi orang lain atau tidak.
Pelajaran kedua adalah
berusahalah menjadi pendengar yang baik ketika ada seseorang yang curhat kepada
kita. Dalam buku dijelaskan bahwa apapun masalah yang diceritakan orang lain
kepada Kakek Namiya, dirinya selalu berusaha menempatkan diri di posisi orang
tersebut sehingga mengerti apa yang dirasakannya. Walaupun Takayuki (anak Kakek
Namiya) tidak mengerti apa yang dilakukan Ayahnya dan sempat menyuruh Ayahnya
untuk berhenti, tetapi Kakek Namiya tetap menjalankan rutinitasnya itu, menjadi
pendengar bagi orang yang membutuhkan.
Pelajaran ketiga adalah jangan
pernah berhenti mewujudkan mimpi, hal ini yang dicontohkan dengan seorang bernama
Matsuoka Katsuro, seorang anak sulung dari sebuah keluarga pemilik toko ikan
yang ingin menjadi seorang musisi besar. Katsuro juga merupakan salah satu
orang yang pernah berkonsultasi dengan Kakek Namiya mengenai kebimbangannya
memilih antara melanjutkan mimpinya atau menjadi penerus toko ikan milik
keluarganya. Selain itu dicontohkan juga oleh tokoh lain yaitu Harumi yang
mendedikasikan dirinya dalam impiannya menjadi wanita mandiri secara finansial.
Pelajaran keempat adalah
menghormati pilihan orang lain. Jadi apapun yang disarankan oleh Kakek Namiya,
tidak harus diikuti, setiap orang berhak menentukan keputusan yang menurutnya
terbaik untuk hidupnya. Pelajaran terakhir yang aku dapatkan adalah selalu ada
kesempatan bagi kita yang ingin berubah menjadi lebih baik. Seperti tokoh Atsuya,
Sotha dan Kohei yang awalnya adalah seorang pencuri akhirnya memutuskan untuk
mengubah kehidupannya menjadi baik setelah melalui banyak petualangan membaca
dan menulis surat yang didapatkan dari masa lalu.
Novel ini unik sekali, hanya
terdapat 5 bab saja tetapi semua babnya memuat banyak pelajaran penting. Penulis
menggunakan alur maju mundur (lebih banyak membahas tentang cerita di masa lalu)
yang sebenarnya membuatku kesulitan untuk mencerna. Tokoh-tokoh yang
diceritakan oleh penulis itu berkaitan dengan sebuah tempat perlindungan anak (panti
asuhan) bernama Taman Maramitsu, semua tokohnya juga pernah berkonsultasi
dengan Kakek Namiya. Tokoh favoriteku adalah Atsuya, karena memiliki sifat yang
tidak suka ikut campur urusan orang lain, persis denganku hehehe....
Tetapi walaupun begitu Atsuya
adalah orang yang setia kawan dan peduli, sekesal apapun dirinya dengan ketiga
sahabatnya, Atsuya kemudian memutuskan untuk tetap tinggal di toko kelontong.
Dia juga sempat membelikan makanan kepada Kohei ketika sahabatnya itu
kelaparan. Ketika kamu membaca buku ini, kamu juga akan dibuat “kaget” karena
ternyata tokoh-tokoh yang pernah disebutkan sebelumnya itu punya keterkaitan
dengan tokoh lainnya di halaman selanjutnya. Sebagai penutup ada satu kutipan
yang aku suka dari novel ini,
“Cobalah untuk
mengubah sudut pandang. Karena peta Anda masih berupa kertas kosong, Anda jadi
bebas menggambar apa saja. Semuanya terserah Anda. Anda bebas melakukan apa
saja karena kesempatan terbentang luas di hadapan Anda. Bagi saya, ini adalah
hal yang menakjubkan. Percayalah pada diri sendiri. Saya doakan semoga Anda bisa
menjalani hidup dengan bebas tanpa penyesalan.”