[Mengulas Buku] Ulasan Novel Kata Karya Rintik Sedu
Judul : Kata
Penulis : Rintik Sedu
Penerbit : GagasMedia
Halaman : 398 halaman
BLURB
Nugraha
Andai bisa
sesederhana itu, aku tidak akan pernah mencintaimu sejak awal. Aku tidak akan
mengambil risiko, mengorbankan perasaanku. Namun, semua ini di luar kendaliku.
Biru
Banda Neira
adalah hari-hari terakhirku bersamamu. Kutitipkan segala rindu, cerita dan
perasaan yang tak lagi kubawa, lewat sebuah ciuman perpisahan. Berjanjilah kau
akan melanjutkan hidupmu bersama laki-laki yang bisa menjaga dan menyayangimu
lebih baik dariku.
Binta
Cinta pertama
seorang perempuan yang didapat dari laki-laki adalah dari ayahnya. Dan cinta
pertama itu telah mematahkan hatiku. Ayahku sendiri membuatku berhenti percaya
dengan yang namanya cinta.
Nugraha, Biru dan
Binta saling membelakangi dan saling pergi. Mereka butuh kata-kata untuk
menjelaskan perasaan. Mereka harus bicara dan berhenti menyembunyikan kata hati
serta mencari jawaban dari sebuah perasaan.
REVIEW
Halo kembali lagi di blogitawelasti,
kali ini aku akan mengulas buku dari salah satu penulis kesukaanku yaitu Rintik
Sedu yang berjudul Kata. Denger-denger Kata katanya mau diangkat menjadi film
makanya sebelum aku nonton aku beli bukunya dulu. Sebenarnya aku ini teri
junior (panggilan khusus buat pembaca Rintik Sedu) karena baru ngikutin Rintik
Sedu dari 2020 (kalau nggak salah), jadi aku belum pernah baca sama sekali
karyanya dan Kata adalah novel pertamanya yang aku baca. Sebenarnya aku nggak
naruh ekspektasi apapun waktu beli novel ini karena selama ngikuti Rintik Sedu
aku tahu kalau dia bikin karya pasti endingnya nggak ketebak.
Jadi Kata ini adalah novel
romansa yang menceritakan kisah percintaan 3 orang Biru, Binta dan Nugraha.
Jadi novel ini dimulai dengan pertemuan antara Binta dan Nugraha yang ternyata
satu kampus di Jakarta. Binta adalah anak komunikasi yang nggak mencerminkan
sebagai anak komunikasi banget karena dia ini pendiem dan nggak punya
teman, dia hanya punya teman bernama Cahyo. Tentu saja hal itu bukan tanpa
penyebab, Ayahnya meninggalkan dirinya dan Ibunya yang mengidap skizofrenia
membuat dunia Binta menjadi gelap. Lalu datanglah Cahyo yang setidaknya bisa
memberi hidup Binta menjadi sedikit berwarna.
Ketika di kampus, Nugraha
menemukan sebuah gambar di kertas koran yang menarik perhatiannya. Jadi Nugraha
akhirnya tahu kalau gambar tersebut ternyata milik Binta dan sejak saat itu
Nugraha hadir dalam hidup Binta. Memiliki masa lalu yang kelam tentu saja
membuat Nugraha tidak bisa semudah itu masuk ke hidup Binta, dirinya harus
melakukan beragam cara dan dengan sikap sabarnya agar bisa masuk ke hidup
Binta, setidaknya menjadi temannya.
Mulai dari sini penulis
menceritakan bagaimana Nugraha berusaha membuat Binta untuk selalu ada di
sampingnya seperti menahannya untuk pulang ke rumah, mengajaknya ke berbagai
tempat yang sekiranya bisa membuat Binta sedikit terbuka kepadanya. Tentu saja
sulit dilakukan karena Binta terlalu nyaman dengan dunianya sendiri. Sebenarnya
yang paling membuatku penasaran adalah seperti apa Biru, tinggal di mana dan
kenapa Binta sangat menyayanginya hingga tidak ada lagi ruang di hatinya untuk
seorang Nugraha Pranadipta.
Akhirnya rasa penasaranku
terjawab juga setelah Binta dengan paksaan Cahyo pergi liburan ke Banda Neira.
Di sana Binta merasa kaget karena akhirnya dia bertemu dengan separuh hidupnya,
Biru. Tetapi di sini Biru adalah tokoh yang membuat aku jengkel, karena Biru
adalah orang yang tidak berani mengatakan apa isi hatinya kepada Binta, dia
selalu mengambil keputusan sepihak yang akan menyakiti Binta seperti meminta
Binta untuk tiba-tiba kembali ke Jakarta padahal Binta masih ingin berlama-lama
di Banda Neira. Oiya, Biru adalah sahabat masa kecil Binta, mereka selalu
bersama-sama setiap hari bahkan Biru membuat panggilan khusus yaitu Senjani (jujur
awalnya aku kira kalau bakal ada 4 tokoh ternyata Senjani itu nama khusus untuk
Binta).
Setelah aku membaca bagian yang
mengenalkan Biru, aku langsung memutuskan untuk menjadi tim Nugraha (hahaha). Sebagai
perempuan, tentu saja aku juga akan ragu jika dihadapkan dengan laki-laki
seperti Biru, yang tidak tahu arah hidupnya, tidak tahu harus melakukan apa,
tidak tahu apa yang ia cari, padahal jelas-jelas ada di depan mata ya itu
Binta! Tetapi dengan teganya dia membiarkan Binta sedih dan pulang ke Jakarta.
Aku suka Nugraha karena dia mau
terus berusaha, mau terus bersabar menghadapi Binta. Pelajaran yang bisa aku
ambil dari novel ini adalah mengenai ketulusan. Ketulusan Nugraha yang
mencintai Binta tanpa mengharapkan apa-apa, ia bahkan rela mendengarkan keluh
kesah Binta mengenai Biru. Aku juga suka dengan tokoh Cahyo, karena dirinya selalu
ingin yang terbaik untuk Binta, Cahyo selalu menemani Binta, mau berteman
dengannya dan mendukung Binta dengan Nugraha, dengan kata lain Cahyo adalah
orang yang setia kawan.
Selain itu, di sini pembaca juga
akan diajak berkenalan dengan Banda Neira yang ternyata aku baru tahu kalau ada
tempat ini di Indonesia (hehehe...). Novel ini juga sangat detail membahas
setiap kejadian, jadi selama membaca aku tidak dibuat kebingungan (ya walaupun
aku penasaran banget sama endingnya bakalan gimana).
Novel ini aku rekomendasiin
untuk kamu yang mencari bahan bacaan untuk waktu luang. Oiya waktu aku beli novelnya,
aku dapat kayak jurnal gitu. Jadi kita bisa isi dalamnya dengan
kata-kata untuk Nug atau Biru, setelah selesai menulis kata-kata, bisa difoto
dan dikirimka ke form yang sudah tersedia. Bakal ada hadiah menarik dari GagasMedia
yang akan diumumkan pada tanggal 4 Juli 2022 dan batas terakhir mengikuti undian
berhadiah ini adalah tanggal 30 Juni 2022. Sebelum aku tutup, aku mau menuliskan
salah satu quotes yang aku suka dari novel Kata,
“Kura-kura
bisa bawa rumahnya ke mana-mana, bisa hidup sendirian. Kura-kura itu makhluk
paling beruntung yang hidup di muka bumi. Jalan mereka yang lambat seakan lebih
banyak mencuri kenangan ketimbang manusia, mereka bisa merasakan apa pun dengan
waktu yang lebih lama. Mereka nggak pernah berlomba jadi juara. Mungkin kura-kura
adalah binatang paling bahagia. Enak kali ya, kalau semua manusia di dunia
berjalan selayaknya kura-kura, mungkin takkan ada yang namanya juara, mereka
sudah cukup bahagia dengan langkah lambat yang mereka punya.”